Minggu, 10 Juli 2022

SEMENJAK AKU MENGENALIMU

 


Menulis Hari ke-24

Orang baru itu bernama Henri. Dia berkulit putih, hidung mancung, tinggi semampai serta berabut agak kecoklatan. Pada umumnya orang di kampungku memenggilnya Abang ganteng. Sebelum tinggal di kampung dia bersama keluarganya tinggal di luar kota. Dia merupakan ponakan Bapak yang rumah lumayan jauh dari rumahku. Sekarang dia tinggal bersama kami.

Bapak sangat sayang dan mempercayai  Henri karena dia anak yang jujur, rajin, dan sopan. Bapak dan Ibu sudah dianggapnya seperti orang tuanya sendiri. Semua keluargaku sangat sayang padanya. Dia merupakan bagian dari anggota keluarga. Akhirnya aku punya Abang walau bukan saudara kandung. Usia kami beda 4 tahunan. Hatiku merasa senang ada Henri yang bisa membantu dan siap menemaniku pergi kemana saja Kerjaan rumah dan urusan dapur dia ahlinya ketimbang aku. 

Setiap hari Aku dan Henri   bermain dan bersenda gurau di rumah seperti adek dan abang. Dia mengajariku bersih-bersih rumah dan memasak. Menanam dan merawat bunga dia juga bisa. Semenjak dia berada di rumahku tanaman bunga  tumbuh subur serta banyak yang  berbunga. Pagi dan sore hari  dia mengajakku  membersihkan halaman rumah. Karena halaman rumah luas, dia memintaku untuk menyapu bagian depan dan bagian belakang untuknya. Kerjaanku sekarang menjadi ringan karena ada  Henri  yang selalu membantu.

Kebiasaan dia bangun tidur langsung kedapur untuk memasak air. Lalu pergi mandi dan langsung salat berjemaah di masjid. Kembali ke rumah dia membuatkan minuman untuk semua orang. Bapak, Paman dan Dia akan minum bersama-sama di ruang makan. Mereka mengobrol apa saja sambil menghabiskan minumannya. Tidak ada yang perlu dikuatirkan padanya.

Merurutnya gadis yang menutup aurat terlihat anggun. Perempuan  berhijab ibarat permen yang dibungkus rapat. Sebelumnya dia pernah menasehatiku supaya memakai kerudung. Semenjak itu kerudung selalu melekat di kepalaku. Jujur dia memang Abang yang baik.

Siang ini kita pergi nonton pertandingan sepak bola di desa seberang. Kelompok dia akan main lebih awal. Mereka bersiap-siap dengan menganti pakaian khusus untuk pertandingan. Selepas itu  meletakkan semua pakaiannya  di depanku. Aku hanya sebagai  penonton dan penyemangat mereka.  Tanpa sengaja aku melihat dompet  Henri terbuka. Terlihat jelas ada foto diriku. Melihat situasi sangat mendukung karena penasaran aku langsung  mengambil dompetnya. Mataku melotot  melihat di belakang foto itu ada tulisan I love you. 

    “Dek, tolong ambilkan handuk kecil Abang dalam tas hitam itu!” tegur Henri sambil menepuk lembut bahuku. Aku merasa kaget atas kehadirannya. Tanpa menjawab aku langsung megambilkan handuk kecil yang dia minta. Henri ikut  duduk di samping lapangan bersama teman-temannya untuk istirahat sebentar. Mereka sedang asik berbincang-bincang tentang keseruan pertandingan yang mereka lalui..

    Pertandingan  sepak bola telah selesai. Teman- teman berpamitan pulang duluan. Kita memilih berhenti dulu untuk makan sate di warung depan lapangan. Penjualnya cantik dan ramah sekali namaya Nia. Henri dipanggil Nia dengan sebutan Bule. Panggilan Bule dikhususkan untuk orang yang paling ganteng di daerah itu. Tak sengaja mataku melihat Henri senyum-senyum pada Nia penjual sate itu. Perasaanku mulai terganggu olehnya. Sambil makan sate aku mencuri-curi memperhatikan wajah Henri  yang dipanggil Bule itu. Ternyata dia memang ganteng ditambah lagi bola matanya yang bewarna coklat membuat hatiku berdebar.

    “Ayo, kita pulang!” ucapnya sambil memegang tanganku. Dia agak  menyeretku  untuk segera melangkah. Tiada yang bisa kuperbuat selain  tersenyum dan mengikutinya. Ketika berjalan bersama, dia selalu memposisikan dirinya di sebelah kananku. Menurut tulisan yang pernah kubaca di media sosial itu pertanda lelaki yang sangat menyukai kita. Entah apa artinya aku tak tahu.

    Biasanya kita berjalan kemana pun penuh dengan canda dan tawa. Hari ini sungguh berbeda hanya saling melempar senyum dengan langkah kaki yang sama.  Teringat kembali  akan tulisan yang ada dibelakang fotoku yang sekarang  berada dalam dompetnya. Apa maksudnya?  Batinku bertanya.

    “Dek, lihatlah orang di depan kita! sepertinya mereka sepasang kekasih. Mereka kelihatan bahagia sekali. Dunia ini bagaikan milik mereka berdua ,” dia mulai berkata-kata dengan alis terangkat melihat kearahku setelah setengah jam membisu.

Aku berhenti untuk memperhatikan orang yang dikatakanya itu. Lalu aku berpikir ini kesempatan untuk mengetahui siapa kekasihnya.

    “Bang Henri, kapan mau membawa kekesihnya jalan-jalan seperti mereka?”  tanyaku pelan. Dia berdiri menghadapku,  tatapan matanya tajam menusuk hati. Pandangannya kali ini penuh tanda tanya. Dia menggenggam tanganku lalu menciumnya. Seketika  Jantung berdetak kencang, badan terasa menggigil  diserta  wajahku terasa panas. Bisa mati berdiri kalau seperti ini, batinku.

“Bang, lihatlah orang di depan!” aku berkata lantang hingga tanganku terlepas dari pegangannya. Cepat-cepat aku berjalan agak menjauh darinya. Kedua telapak tangan kuletakkan di dada terasa detak jantung mulai normal. Terdengar sair lagu yang dia nyanyikan

Entah mengapa kurasa tak menentu.

Semenjak aku mengenalimu,Sayang.

Terbayang -bayang wajahmu di mataku.

 Hingga tersentuh rasa indah di kalbu.

Aku tak tahu mengapa aku rindu

Ingin kucurahkan tetapi rasa malu

Cubalah engkau mengerti isi hatiku

Di dalam diam aku mencintaimu

Mendengar senandung langunya  yang dia nyanyikan dengan suara yang serak-serak basah.

    Hatiku kembali bergetar dan membuatku tertunduk malu. Berusaha pura-pura tak tahu maksudnya. Batuk-batuk  dan muntah-muntah kulakukan untuk memberhentikan nyanyiannya. Ahirnya dia menghampiriku sambil menyodorkan air minum. Namun, aku menolaknya dengan mengelengkan kepala dan berlalu dari hadapannya. Seketika langkah terhenti ujung kerudungku ditariknya. Pelan-pelan kucoba menoleh ke belakang hingga terlepas tarikan itu. Hendri tersenyum lebar.  Entah apa maksudnya. Aku bertanya-tanya sendiri dalam hati  dan menunggu jawaban yang pasti.

    Aku melihat jam ditanganku sudah menujukkan pukul 17.45 artinya waktu magrib sudah dekat. Teringat pesan Ibu pulang sebelum azan magrib. Nasehat orang tua harus didengarkan supaya hidup selamat. Kalimat ini terngiang-giang ditelinga.  Aku segera melangkah pulang dan tidak menghiraukannya lagi. Dia berlari menyusul terdengar jelas langkahnya karena jalan menurun sehingga cepat sampai kembali di sampingku.

    Aku berhenti sejenak  untuk minum yang sedari tadi sudah terasa haus. Sepertinya Henri sangat memahamiku, dia dengan cekatan memberikan sebotol air minumnya padaku. Aku menerima sambil menundukkan kepala sebagai tanda terima kasih padanya. Air kuminum terasa nikmat lain dari minum air sebelumnya. Tanpa disadari aku terseyum-senyum sendiri.

“Kamu kenapa, Sayang?”

Henri menyapa sambil menatapku penuh tanda tanya. Kembali aku terdiam mendengar kata-katanya barusan.

    “ Apa maksudnya, Bang?” tanyaku pelan.

“I love you,” jawabnya singkat sambil tersenyum.  Jantungku semakin bergetar kencang dan wajah terasa memanas seketika. Apakah aku sedang jatuh cinta? Batinku bertanya-tanya. Sungguh perjalanan kali ini sangat berbeda. Biasanya Bang Henri ramah, bicara biasa saja dan suka menghibur. Kini dia membuatku seperti orang linglung.

Terkadang hatiku terasa berbunga-bunga, ada rasa tidak percaya dan aneh rasanya.  Terjawab sudah yang mengganjal di hati.  Tulisan di foto itu memang ditujukan untukku. Lelaki yang selama ini tinggal bersama kami. Diam-diam  mencintaiku. Ah, ada apa denganku? Henri sudah ku anggab Abang yang merupakan bagian dari keluarga. Mana mungkin aku dan dia merubah menjadi cinta.

Kami berjalan pulang saling diam tiada yang berani bicara hanya sesekali lirik-lirikan saling berbalas senyum. Hilang canda tawa kami selama ini.  Sampai di rumah aku langsung ke kamar. Terdengar Henri minta izin pada Bapak dan Ibu mau pergi ke rumahnya untuk beberapa hari. Aku mulai resah dan gelisah mendengarkannya. Perasaanku tidak seperti biasanya. Semua pemberian dari Bang Henri menjadi perhataianku. Melihat bedak dan liptik itu membuat hatiku merindu. Berdiri di depan kaca seakan ada dia di sampingku. Bertanya-tanya sendiri serta senyum-senyum mengingat kejadian tadi. Aneh tapi nyata, begitulah  yang aku rasa.

Dia hadir dalam kehidupanku banyak membawa kenangan. Tapi entahlah, mungkin inikah namanya cinta? Yang ku lihat dia selama ini adalah lelaki yang baik dengan penampilan yang sangat sederhana. Pembawaannya, tenang dan sabar serta bertanggung jawab pada pekerjaannya.

            Dug! Dag! Dig! Dug! Bunyi denyut jantungku ini. Setiap melihat dan berhadapan dengannya selalu begitu. Perasaanku terasa melayang-layang. Entah bagaimana rasa itu bisa timbul secepat itu. Mungkin karena dia sering mengajariku dalam segala hal atau kerena selalu bersama. Aku tak tahu pasti dari mana asal mulanya. Tanpa aku sadari dan aku mengerti rasa itu datang sendiri di hati.  Jujur dia adalah lelaki yang baik karenanya aku telah jatuh hati.

Sebenarnya aku takut mencintai dan dicintai. Enak berteman bebas mau bicara apa saja. Bersikap dan berbicara apa adanya. Tiada rasa dan rahasia  yang ditutupi. Senyum dan tertawa hal yang biasa. Menjadi saudara dan temannya aku lebih bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengembangkan Komitmen Menulis di Blog

  Tema               : Komitmen Menulis di Blog Gelombang      : 29 Tanggal            : 12 Juli 2023 Tema                : Komitmen M...